STRUKTUR, PROSES, STADIA DAN KLASIFIKASI BENTANG LAHAN
Struktur, proses dan stadia
merupakan faktor-faktor penting dalam pembahasan geomorfologi. Pembahasan
sesuatu daerah tidaklah lengkap kalau salah satu diantaranya tidak dikemukakan
(diabaikan). Pada pembahasan terdahulu, telah dikemukakan ketiga faktor
tersebut dikenal sebagai prinsip-prinsip dasar geomorfologi, sedangkan pada
bahagian ini akan lebih diperjelas lagi, bagaimana arti dan kedudukan ketiga
faktor tersebut dalam studi geomorfologi.
Struktur
Untuk mempelajari bentuk
bentangalam suatu daerah, maka hal yang pertama harus diketahui adalah struktur
geologi dari daerah tersebut. Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa struktur
geologi adalah faktor penting dalam evolusi bentangalam dan struktur itu
tercerminkan pada muka bumi, maka jelas bahwa bentangalam suatu daerah itu
dikontrol/dikendalikan oleh struktur geologinya. Selain daripada struktur
geologi, adalah sifat-sifat batuan, yaitu antara lain apakah pada batuan
terdapat rekahan-rekahan (kekar), ada tidaknya bidang lapisan, patahan,
kegemburan, sifat porositas dan permiabilitas batuan satu dengan yang lainnya.
Menurut Thornburry, bahwa
pengertian struktur dalam geomorfologi mempunyai pengertian yang lebih luas
lagi, sedangkan Lobeck membedakan antara “Struktur Geologi” dan “Struktur Bentangalam”.
Beberapa istilah
struktur geologi : struktur horisontal, struktur dome, struktur patahan,
struktur lipatan, struktur gunungapi; Beberapa istilah struktur bentangalam:
dataran atau plateau, bukit kubah, pegunungan patahan, pegunungan lipatan,
pegunungan komplek. Karena struktur bentangalam ditentukan oleh struktur
geologinya, dimana struktur geologi terjadi oleh gaya endogen, maka struktur
bentangalam dapat diartikan sebagai bentuk bentangalam yang terjadi akibat gaya
endogen.
Proses
Banyak para
ahli, seperti Worcester, Lobeck, dan Dury berbeda dalam menafsirkan tentang
pengertian proses geomorfologi, mereka beranggapan bahwa yang dimaksud dengan
proses disini adalah proses yang berasal dari dalam dan luar bumi (proses
endogenik dan proses eksogenik), ada pula yang beranggapan proses disini adalah
energi yang berasal dari luar bumi (gaya eksogen) saja. Adapun pengertian
proses disini adalah energi yang bekerja di permukaan bumi yang berasal dari
luar bumi (gaya eksogen) dan bukan yang berasal dari dalam bumi (gaya endogen).
Pengertian
“Geomorphic Processes” semata-mata dijiwai oleh energi / proses yang berasal
dari luar bumi, dengan alasan adalah:
1.
Energi yang berasal dari dalam bumi (gaya endogen) lebih cenderung
sebagai faktor yang membangun, seperti pembentukan dataran, plateau, pegunungan
kubah, pegunungan lipatan, pegunungan patahan, dan gunungapi.
2.
Energi yang berasal dari luar bumi (gaya eksogen) lebih
cenderung merubah bentuk atau struktur bentangalam.
Gaya merusak
inilah yang menyebabkan adanya tahapan stadia atau “stages” pada setiap jenis
bentangalam. Stadia atau stage tidak disebabkan oleh gaya endogen seperti
diastrophisme atau vulcanisme. Tak dapat disangkal, bahwa memang kedua gaya
(endogen dan eksogen), yang disebut juga sebagai proses endogenik dan proses
eksogenik mempunyai pengaruh yang dominan dalam pembentukan suatu bentangalam
yang spesifik diatas muka bumi ini, oleh karena itu maka sejarah genetika
bentangalam dibagi menjadi dua golongan besar yaitu:
1.
Bentangalam kontruksional, yaitu semua bentangalam yang
terbentuk akibat gaya endogen (gaya eksogen belum bekerja disini, jadi masih
berada pada tingkat initial).
2.
Bentangalam destruksional, yaitu semua bentangalam yang
terbentuk akibat gaya eksogen terhadap bentangalam yang dihasilkan oleh gaya
endogen, melalui proses pelapukan, erosi, abrasi, dan sedimentasi.
Dengan demikian
dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan prose disini adalah semua gaya yang
berdampak terhadap penghancuran (perombakan) bentuk bentangalam yang terjadi
akibat gaya endogen sehingga memungkinkan bentangalam mengalami stadia Muda,
Dewasa, dan Tua. Proses perombakan bentangalam terjadi melalui sungai (proses
fluvial), gletser, gelombang, dan angin. Keempatnya disebut juga sebagai agen
yang dinamis (mobile agents/geomorphic agent) karena mereka dapat mengikis dan
mengangkut material-material di bumi dan kemudian mengendapkannya pada
tempat-tempat tertentu.
Stadia
Stadia/tingkatan
bentangalam (jentera geomorfik) dinyatakan untuk mengetahui seberapa jauh
tingkat kerusakan yang telah terjadi dan dalam tahapan/stadia apa kondisi
bentangalam saat ini. Untuk menyatakan tingkatan (jentera geomorfik) digunakan
istilah: (1) Muda, (2) Dewasa dan (3) Tua. Tiap-tiap tingkatan dalam
geomorfologi itu ditandai oleh sifat-sifat tertentu yang spesifik, bukan
ditentukan oleh umur bentangalam.
Klasifikasi
Bentangalam
Sehubungan
dengan stadia geomorfologi yang dikenal juga sebagai Siklus Geomorfik
(Geomorphic cycle) yang pada mulanya diajukan Davis dengan istilah Geomorphic
cycle. Siklus dapat diartikan sebagai suatu peristiwa yang mempunyai gejala
yang berlangsung secara terus menerus (kontinyu), dimana gejala yang pertama
sama dengan gejala yang terakhir. Siklus geomorfologi dapat diartikan sebagai
rangkaian gejala geomorfologi yang sifatnya menerus. Misalnya, suatu
bentangalam dikatakan telah mengalami satu siklus geomorfologi apabila telah
melalui tahapan perkembangan mulai tahap muda, dewasa dan tua (gambar 1.1).
Gambar 1.1 Satu siklus geomorfologi
: Muda, Dewasa, dan Tua
Stadium
tua dapat kembali menjadi muda apabila terjadi peremajaan (rejuvenation) atas
suatu bentangalam. Dengan kembali ke stadia muda, maka berarti bahwa siklus
geomorfologi yang kedua mulai berlangsung. Untuk ini dipakai formula n + 1
cycle, dimana n adalah jumlah siklus yang mendahului dari satu siklus yang
terakhir. Istilah lain yang sering dipakai untuk hal yang sama dengan siklus
geomorfologi adalah siklus erosi (cycle of erosion). Dengan adanya kemungkinan
terjadi beberapa siklus geomorfologi, maka dikenal pula istilah : the first
cycle of erosion, the second cycle of erosion, the third cycle of erosion, etc.
Misalnya suatu plateau yang mencapai tingkat dewasa pada siklus yang kedua,
maka disebut sebagai “maturely dissected plateau in the second cycle of
erosion”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar