Penyusunan
zonasi secara terpadu dilakukan melalui tiga pendekatan (Dahuri dkk, 2001).
Pertama penyusunan rencana zonasi mempertimbangkan kebijakan pembangunan yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah, kepentingan masyarakat adat dan
hak-hak ulayat, serta kepentingan yang bersifat khusus.
Kedua,
pendekatan bioekoregion spesifik lokal seperti (Hartoko, 2004)
1. Identifikasi
wilayah spesifik yang dimiliki wilayah studi seperti muara yang di fungsikan
sebagai kawasan utama dan pendukung untuk kegiatan apa saja;
2. Identifikasi
sifat ekologis dan biota spesifik
3. Identifikasi
kegiatan utama perikanan seperti perikanan demersal.
Oleh sebab itu kombinasi penggunaan data biogeofisik
yang menggambarkan kondisi bioekoregion merupakan persyaratan yang
dibutuhkan (necessary condition) dalam menetapkan zona-zona yang akan
dipilih. Pendekatan ketiga dilakukan melalui pengumpulan atribut informasi yang
dapat digali dari persepsi masyarakat yang hidup di sekitar ekosistem tersebut,
terutama kontek historis mengenai kejadian yang berkaitan dengan pemanfaatan
sumberdaya pesisir dari masa lampau sampai saat ini.
Prinsip dasar dalam penyusunan tata ruang pesisir
terpadu adalah bagaimana
mendapatkan
manfaat dari sumberdaya yang tersedia seoptimal mungkin dengan tidak
mengabaikan kelestarian lingkungan (ekologi), disamping memperhatikan aspek
ekonomi, sosial, kelembagaan, dan pertahanan keamanan (Dahuri et.al, 2001).
Berdasarkan
hal tersebut, maka penyusunan tata ruang mengacu kepada :
1.
Kelestarian Sumberdaya Pesisir
Tujuan
utama dari pengelolaan pesisir terpadu adalah untuk dapat dimanfaatkannya
sumberdaya pesisir dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat dan
pelaksanaan pembangunan nasional, dengan tidak mengorbankan kelestarian
sumberdaya pesisir di dalam memenuhi kebutuhan baik untuk generasi sekarang
maupun bagi generasi yang akan datang. Untuk itu, laju pemanfaatan sumberdaya
pesisir harus dilakukan kurang atau sama dengan laju regenerasi sumberdaya hayati
atau laju inovasi untuk menemukan substitusi non-hayati.
Dalam
hal ketidakmampuan manusia mengantisipasi dampak lingkungan di pesisir akibat
berbagai aktivitas, maka setiap pemanfaatan harus dilakukan dengan hati-hati.
Untuk menjaga keseimbangan ekologi, pemanfaatan lahan untuk kawasan lindung dan
konservasi harus mendapat perhatian khusus, setelah kawasan ini terpenuhi baru
ditentukan kawasan budidaya (Dahuri et.al, 2001).
2.
Kesesuaian Lahan
Aktivitas
yang akan ditempatkan pada suatu ruang di kawasan pesisir harus memperhatikan
kesesuaian antara kebutuhan (demand) dengan kemampuan lingkungan
menyediakan sumberdaya (carrying capacity). Dengan mengacu kepada
keseimbangan antara demand dan supply, maka akan dicapai suatu optimasi
pemanfaatan ruang antara kepentingan masa kini, masa datang serta menghindari
terjadinya konflik pemanfaatan ruang. Kesesuaian lahan tidak saja mengacu
kepada kriteria biofisik semata, tetapi juga meliputi kesesuaian secara sosial
ekonomi (Rayes, 2006).
3.
Keterkaitan Kawasan
Interaksi
antar beberapa aktivitas pada kawasan pesisir dengan kawasan daratan akan
tercipta dan memungkinkan terjadinya perkembangan yang optimal antar unit-unit
kawasan maupun dengan kawasan sekitarnya. Untuk itu penyusunan pemanfaatan
kawasan pesisir dibuat sedemikian rupa sehingga kegiatan-kegiatan antar kawasan
dapat saling menunjang dan memiliki keterkaitan dengan kawasan yang berbatasan.
Agar dapat menempatkan berbagai kegiatan pembangunan di lokasi sesuai secara
ekologis, maka kelayakan biofisik (biophysical suitability) di wilayah
pesisir harus diidentifikasi lebih dahulu.
Pendugaan
kelayakan biofisik ini dilakukan dengan cara mendefinisikan
persyaratan
biofisik (biophysical requirements) setiap kegiatan pembangunan, kemudian
dipetakan. Dengan cara ini dapatlah ditentukan kesesuaian penggunaan setiap
unit (lokasi) kawasan pesisir (Sulasdi, 2001).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar