Pages

MENU

Kamis, 17 Oktober 2013

Pendekatan Pengelolaan Tata Ruang Kawasan Pesisir Terpadu




Penyusunan zonasi secara terpadu dilakukan melalui tiga pendekatan (Dahuri dkk, 2001). Pertama penyusunan rencana zonasi mempertimbangkan kebijakan pembangunan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah, kepentingan masyarakat adat dan hak-hak ulayat, serta kepentingan yang bersifat khusus.

Kedua, pendekatan bioekoregion spesifik lokal seperti (Hartoko, 2004)
1.    Identifikasi wilayah spesifik yang dimiliki wilayah studi seperti muara yang di fungsikan sebagai kawasan utama dan pendukung untuk kegiatan apa saja;
2.    Identifikasi sifat ekologis dan biota spesifik
3.    Identifikasi kegiatan utama perikanan seperti perikanan demersal.
Oleh sebab itu kombinasi penggunaan data biogeofisik yang menggambarkan kondisi bioekoregion merupakan persyaratan yang dibutuhkan (necessary condition) dalam menetapkan zona-zona yang akan dipilih. Pendekatan ketiga dilakukan melalui pengumpulan atribut informasi yang dapat digali dari persepsi masyarakat yang hidup di sekitar ekosistem tersebut, terutama kontek historis mengenai kejadian yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya pesisir dari masa lampau sampai saat ini.
Prinsip dasar dalam penyusunan tata ruang pesisir terpadu adalah bagaimana
mendapatkan manfaat dari sumberdaya yang tersedia seoptimal mungkin dengan tidak mengabaikan kelestarian lingkungan (ekologi), disamping memperhatikan aspek ekonomi, sosial, kelembagaan, dan pertahanan keamanan (Dahuri et.al, 2001).



Berdasarkan hal tersebut, maka penyusunan tata ruang mengacu kepada :
1. Kelestarian Sumberdaya Pesisir
Tujuan utama dari pengelolaan pesisir terpadu adalah untuk dapat dimanfaatkannya sumberdaya pesisir dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat dan pelaksanaan pembangunan nasional, dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya pesisir di dalam memenuhi kebutuhan baik untuk generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang. Untuk itu, laju pemanfaatan sumberdaya pesisir harus dilakukan kurang atau sama dengan laju regenerasi sumberdaya hayati atau laju inovasi untuk menemukan substitusi non-hayati.
Dalam hal ketidakmampuan manusia mengantisipasi dampak lingkungan di pesisir akibat berbagai aktivitas, maka setiap pemanfaatan harus dilakukan dengan hati-hati. Untuk menjaga keseimbangan ekologi, pemanfaatan lahan untuk kawasan lindung dan konservasi harus mendapat perhatian khusus, setelah kawasan ini terpenuhi baru ditentukan kawasan budidaya (Dahuri et.al, 2001).
2. Kesesuaian Lahan
Aktivitas yang akan ditempatkan pada suatu ruang di kawasan pesisir harus memperhatikan kesesuaian antara kebutuhan (demand) dengan kemampuan lingkungan menyediakan sumberdaya (carrying capacity). Dengan mengacu kepada keseimbangan antara demand dan supply, maka akan dicapai suatu optimasi pemanfaatan ruang antara kepentingan masa kini, masa datang serta menghindari terjadinya konflik pemanfaatan ruang. Kesesuaian lahan tidak saja mengacu kepada kriteria biofisik semata, tetapi juga meliputi kesesuaian secara sosial ekonomi (Rayes, 2006).



3. Keterkaitan Kawasan
Interaksi antar beberapa aktivitas pada kawasan pesisir dengan kawasan daratan akan tercipta dan memungkinkan terjadinya perkembangan yang optimal antar unit-unit kawasan maupun dengan kawasan sekitarnya. Untuk itu penyusunan pemanfaatan kawasan pesisir dibuat sedemikian rupa sehingga kegiatan-kegiatan antar kawasan dapat saling menunjang dan memiliki keterkaitan dengan kawasan yang berbatasan. Agar dapat menempatkan berbagai kegiatan pembangunan di lokasi sesuai secara ekologis, maka kelayakan biofisik (biophysical suitability) di wilayah pesisir harus diidentifikasi lebih dahulu.
Pendugaan kelayakan biofisik ini dilakukan dengan cara mendefinisikan
persyaratan biofisik (biophysical requirements) setiap kegiatan pembangunan, kemudian dipetakan. Dengan cara ini dapatlah ditentukan kesesuaian penggunaan setiap unit (lokasi) kawasan pesisir (Sulasdi, 2001).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MENU BAR